Hakikat Agama dan Esensi Beragama dalam Islam
1.
Hakikat Agama
Harun
Nasution menjelaskan bahwa agama memiliki makna sebagai suatu ikatan yang harus
dipatuhi dan dipegang teguh oleh manusia. Ikatan ini memiliki dampak yang
sangat besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Sumber dari ikatan
tersebut adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, yakni kekuatan gaib
yang tidak dapat diindera oleh panca indera. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa agama adalah sebuah dasar yang mengikat secara hukum bagi setiap orang
yang meyakini kebenarannya. Semua yang terikat dengan hukum-hukum yang diatur agama,
ia akan selalu mempertimbangkan baik, buruk dan salah atau benar berdasarkan
ajaran agama yang dianutnya.
2.
Islam sebagai Esensi Beragama
Menurut
Tafsir Tahlili, agama yang diakui oleh Allah hanyalah Islam, yaitu agama yang
mengajarkan tauhid atau keesaan Allah. Islam dianggap sebagai satu-satunya
agama yang sah di sisi Allah, meskipun syari’at yang dibawa oleh Nabi-nabi
terdahulu mungkin berbeda dalam beberapa aspek. Intinya, semua agama tersebut
mengajarkan untuk berserah diri kepada Allah, mengikuti perintah-Nya, dan
rendah hati di hadapan-Nya. Muslim yang sejati adalah mereka yang melaksanakan
amal dengan ikhlas, memiliki iman yang kuat, dan bebas dari syirik. Tujuan
utama agama dalam pandangan ini adalah untuk membersihkan jiwa manusia dari
keyakinan yang salah dan memperbaiki perilaku dengan amal baik serta keikhlasan
kepada Allah.
Sumber Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Keberagamaan
1.
Sumber Pengetahuan
Keberagamaan
Pengetahuan adalah proses mencari tahu yang sebelumnya
tidak tahu menjadi tahu. Sumber pengetahuan pada konteks keberagamaan mencakup
berbagai rujukan yang digunakan oleh seorang individu untuk memahami dan
menghayati isi ajaran agamanya. Sumber tersebut bisa berasal dari Kitab Suci, Sunnah
dan sebagainya yang menyangkut masalah keberagamaan. Secara formal pengetahuan
yang sifatnya berbasis agama dikenal pada Pendidikan Formal seperti sekolah,
madrasah dan pondok pesantren yang juga bisa dijadikan rujukan sumber
pengetahuan.
2.
Sikap Keberagamaan
Sikap ini meliputi penentuan prinsip-prinsip diri (fisik,
mental, sosial dan spiritual). Sikap keberagamaan mencakup suatu cara
pandang dan ekspresi seseorang terhadap agamanya. Ini terkait keyakinan, nilai,
serta komitmen yang ada pada seseorang dan dipegang teguh terkait praktik
keagamaannya. Sikap ini dapat bervariasi dari yang sangat positif hingga
negatif dan dipengaruhi baik oleh pengetahuan agama, pengalaman pribadi,
lingkungan sosial, dan faktor budaya.
3.
Perilaku Keberagamaan
Perilaku
keberagamaan adalah wujud konkret dari sebuah sikap keberagamaan seseorang.
Lingkup kajian ini dalam praktik keagamaan sehari-hari seperti ibadah, doa,
ritual, dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama. Perilaku ini
mencerminkan seberapa jauh seseorang menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari dan bisa terlihat dan tercermin dalam kehidupan keseharian terutama
dalam ranah pendidikan Islam.
Dimensi Keberagamaan
1.
Pengertian Dimensi Keberagamaan
Dimensi
keberagamaan merujuk pada berbagai aspek atau komponen yang membentuk
pengalaman dan ekspresi keagamaan seseorang. Konsep ini digunakan untuk
memahami bagaimana agama mempengaruhi dan dimanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari baik secara individu maupun dalam kehidupan berkelompok.
2.
Macam-macam Dimensi Keberagamaan
Dimensi
Ideologis. Dimensi keberagamaan ideologis, khususnya dalam konteks
kepercayaan, mencakup sistem keyakinan fundamental yang membentuk dasar ajaran
suatu agama atau kepercayaan.
Dimensi
Ritual (Ibadah). Dimensi ritual, atau ibadah, dalam konteks
keberagamaan mencakup rangkaian tindakan dan aktivitas yang dilakukan secara
teratur dan sistematis sebagai ekspresi dari kepercayaan dan pengabdian
religius. Ritual ini biasanya melibatkan praktik-praktik yang dianggap suci dan
memiliki makna mendalam bagi penganutnya.
Dimensi
Pengalaman. Dimensi ini dalam konteks keberagamaan merujuk pada
pengalaman pribadi yang mendalam dan subjektif yang dialami oleh individu dalam
praktek keagamaan mereka. Pengalaman ini sering kali bersifat emosional dan
spiritual, di mana individu merasakan kehadiran atau interaksi langsung dengan
kekuatan Ilahi atau prinsip-prinsip spiritual.
Dimensi
Intelektual (Pengetahuan). Dimensi intelektual dalam keberagamaan
berfokus pada aspek pengetahuan dan pemahaman yang mendasari keyakinan agama
seseorang. Ini mencakup studi tentang teks-teks suci, doktrin, dan ajaran yang
membentuk dasar dari sebuah agama.
Dimensi
Konsekuensial. Dimensi konsekuensial dalam keberagamaan mengacu pada
dampak atau efek yang dihasilkan dari praktik dan ajaran agama dalam kehidupan
individu dan masyarakat. Konsekuensi ini bisa bersifat pribadi, sosial, atau
bahkan global.
Perkembangan Agama dan Keberagamaan
Peserta Didik Jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)
1.
Perkembangan Agama
dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD
Pentingnya Keberagamaan Peserta Didik. Perkembangan peserta didik pada usia sekolah
dasar sebenarnya telah dimulai sejak mereka lahir ke muka bumi ini. Peserta
didik di awal menuju perkembangannya merupakan langkah pertama dan utama bagi
orang tua untuk bisa diinternalisasikannya dasar-dasar keagamaan guna
perkembangan mereka pada tahap berikutnya. Aspek keberagamaan ini penting
sekali untuk diterapkan sejak dini guna memberikan rangsangan baik kaitannya
dengan kebutuhan manusia dan untuk mengagungkan Allah.
Karakteristik Anak Usia SD. Psikologi anak pada usia ini melingkupi beberapa ranah
yaitu asepk fisik, kognitif dan sosial yang khas sesuai dengan usianya.
Terutama pada tahap konkret, mereka bisa belajar agama berdasarkan aspek-aspek
pengalamannya. Kurikulum harus didesain sesuai dengan tahap perkembangan
mereka, antara lain kurikulum agama yang mengintegrasikan cara-cara belajar
yang menyenangkan agar mereka dapat belajar sesuai dengan tingkat dan
tugas-tugasnya layaknya seorang anak.
Peran Orang Tua dan Sekolah. Orang tua sebagai guru pertama dan rumah sebagai
sekolah pertama yang dilalui oleh peserta didik tentu memiliki peranan penting
dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan bagi anak terutama dalam aspek pendidikan
Islam. Hal ini akan menjadi bekal utama bagi mereka ketika mereka masuk pada
jenjang pendidikan formal. Pada pendidikan formal, para guru di sekolah,
sejatinya akan melanjutkan pendidikan keagamaan peserta didik dari rumahnya.
Dengan demikian, peran orang tua dan guru memiliki urgensi yang saling
melengkapi.
2.
Perkembangan Agama
dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMP
Peserta didik pada usia SMP memasuki masa remaja. Masa
remaja (adolescence) adalah masa yang sangat penting dalam rentang
kehidupan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja adalah periode perkembangan
transisi dari masa anak-anak hingga masa dewasa, mencakup perubahan-perubahan
biologis, kognitif, dan sosial emosional.
Masa SMP biasanya dimulai sekitar usia 12 hingga 15
tahun, adalah masa transisi yang dinamis dan penuh perubahan. Pada tahap ini,
anak-anak mengalami berbagai transformasi fisik, emosional, dan psikologis yang
signifikan. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipotetico-deductive
dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Sikap jiwa beragama pada peserta didik SMP dapat dilihat
dari sikap yang diekspresikan dalam kehidupan beragama yaitu: 1) Percaya dengan
ikut-ikutan. Sikap agama yang percaya ikut-ikutan ini adalah hasil dari
pendidikan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan di mana
dia hidup. 2) Percaya dengan kesadaran. Kesadaran agama atau semangat agama
pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti kembali cara beragama pada
waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan baru
untuk membuktikan pribadinya dan tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan
saja. 3) Sikap ambivalensi/percaya tetapi ragu-ragu (kebimbangan dalam
beragama). Kebimbangan remaja terhadap agama itu tidak sama, berbeda antara
satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang
mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang sangat berat
sampai kepada berubah agama. 4) Tidak percaya atau cenderung ateis/tidak
beragama. Sikap remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya
mempunyai akar atau sumber dari kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan
oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua kepadanya, maka remaja telah memendam
sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan kekuasaan terhadap siapa pun,
termasuk kekuasaan Tuhan.
3.
Perkembangan Agama
dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMA
Perspektif
psikologi perkembangan, peserta didik pada tingkat SMA merupakan fase ketika manusia
memasuki masa usia remaja akhir. Berkisar antara usia 16 sampai 18 tahun. Dalam
pendidikan Islam, dengan merujuk pada hadits yang berhubungan dengan
tugas-tugas perkembangan, maka fase ini disebut dengan fase baligh, yaitu
ketika anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi
beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.
Al-Ghazali menyebutnya dengan fase ‘aqil, fase di saat tingkah
intelektual seseorang mencapai puncaknya, sehingga ia mampu membedakan perilaku
yang benar dan salah, baik dan buruk.
Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Program
pengembangan keberagamaan merupakan strategi sekolah untuk menunjang
pembelajaran agama yang tidak dapat diperoleh pada jam pelajaran PAI. Dalam
perancangan program keberagamaan tentunya harus mencakup dimensi-dimensi
kegamaan dan aspek-aspek penting yang harus ada dalam keberagamaan. Program
keberagamaan selayaknya dirancang dengan penuh pertimbangan mencangkup tujuan
apa yang ingin dicapai serta kesesuaiannya dengan minat dan bakat peserta
didik, sehingga apa yang diharapkan agar dapat dengan mudah tercapai.
1.
Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD
Bentuk program pengembangan keberagamaan pada tingkat SD agar lebih
detail dapat diterapkan sebagaimana poin-poin berikut ini.
1)
Pembiasaan Rutin
Pembiasaan Terjadwal |
Pembiasaan Spontan |
Pembiasaan terjadwal adalah kegiatan yang dilakukan
secara reguler, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Antara lain
adalah: - Kegiatan do’a pagi; - Kegiatan do’a sebelum dan sesudah belajar; - Pelaksanaan shalat dzuhur berjama’ah; - Pelaksanaan shalat jum’at bersama; - Pelaksanaan shalat dhuha bersama; - Tadarus Al-Qur’an; - Mengikuti agenda keputrian; - Mengikuti kajian keIslaman, dan; - Aktif mengikuti kegiatan Baca, Tulis dan Hafalan Qur’an
(BTHQ) |
Pembiasaan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan
kapan saja, dimana saja, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Antara lain
adalah: - Pembinaan akhlak atau sopan santun siswa; - Bersalaman dengan etikanya; - Pembiasaan Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun (5S); - Pembiasaan adab dalam makan dan minum; - Pembiasaan adab dalam berpakaian; - Pembiasaan adab dalam berbicara; - Pembiasaan hidup disiplinan; - Pembiasaan budaya baca tulis; - Pembiasaan melengkapi sarana ibadah; - Pembiasaan moderasi beragama; |
2)
Pembiasaan Insidential
Pembiasaan insidental adalah kegiatan yang diprogramkan dan direncanakan
baik pada tingkat kelas maupun sekolah pada waktu-waktu tertentu. Bertujuan
memberikan wawasan dan pengalaman tambahan kepada peserta didik yang berkenaan
dengan unsur-unsur baru dalam kehidupan masyarakat yang penting bagi
perkembangan peserta didik. Salah satu bentuk kegiatannya adalah kegiatan
pesantren kilat di bulan Ramadan, pelatihan dai cilik dan sebagainya.
3)
Pembiasaan Ekstrakurikuler
Pembiasaan keberagamaan dapat dilaksanakan secara eksternal diluar jam
pembelajaran, salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
ekstrakurikuler misalnya kegiatan keagamaan yang selaras dengan kebutuhan perkembangan
keagamaan mereka.
2.
Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang
SMP
Psikologi
perkembangan peserta didik usia SMP memainkan peran yang sangat penting dalam
memahami dinamika keberagamaan mereka. Pada fase ini, peserta didik berada
dalam tahap peralihan yang krusial dari masa kanak-kanak menuju remaja (remaja
awal), ketika mereka sudah mulai dapat mengeksplorasi diri dan keyakinan
keagamaan. Perkembangan pada ranah kognitif yang pesat memungkinkan mereka
untuk mempertanyakan norma dan nilai yang mereka terima sebelumnya, termasuk
dalam hal keagamaan ini. Peserta didik pada usia SMP ini juga sering kali
mengalami kebingungan mengenai masalah keimanan mereka, seperti mempertanyakan
keberadaan Tuhan, juga masalah nilai-nilai moral yang telah diajarkan. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya bimbingan dari orang tua di rumah dan pendidik di
sekolah dalam membantu mereka memahami dan menginternalisasikan aspek
keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu program yang
dipandang masih relevan pada jenjang SMP untuk dilakukan di sekolah antara lain
adalah pendidikan intrakurikuler keagamaan, kegiatan keagamaan rutin,
pendidikan karakter dan moderasi beragama.
3.
Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang
SMA
Sikap keberagamaan
peserta didik pada jenjang SMA merupakan tahap ketiga dari perkembangan sikap
keberagamaan seseorang, tahap tersebut dikenal dengan tahap individual (individual
stage). Pada tahap ini sikap keagamaan peserta didik SMA masih belum stabil
pada umumnya dan cenderung masih berubah-ubah seiring dengan pengalaman atau
peristiwa yang mereka alami. Sikap labil yang dimiliki oleh seorang remaja SMA
dapat ditolong dan ditanggulangi baik oleh orang tua maupun oleh guru agama di
sekolah dengan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu
bentuk program yang tertuang dalam rumusan program keberagamaan di tingkat SMA
antara lain adalah program unggulan “Tahajuz-Ku” (Tabungan Hafalan Juz ’Ama
Ku), Ekskul UPTQ (Unit Pengembangan Tahfizh Al-Qur’an), Dewan Keluarga Masjid
dan Kegiatan ROHIS (Rohani Islam).
Strategi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang Sekolah Dsar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
1.
Strategi
Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD
1)
Membaca al-Qur’an
sebelum pembelajaran. Membaca al-Qur’an di dalam metode ini menggunakan metode tartili.
Cara pelaksanaannya yang pertama guru membacanya yang benar sebanyak tiga kali,
sedangkan siswa membaca bersama-sama seperti yang telah dicontohkan oleh ustaz/ustazah.
Kemudian pada lain hari dilanjutkan dengan halaman berikutnya. Setelah secara
klasikal kemudian yang kedua dilanjutkan secara individual. Santri menghadap
ustaz/ustazah satu per satu membaca Tartili jilid 1 sesuai halamannya
masing-masing. Siswa yang belum mendapat giliran dapat menggunakan waktunya
untuk belajar membaca sendiri. Dan yang terakhir dilanjutkan dengan ice
breaking.
2)
Kegiatan Pesantren
Kilat. Kegiatan ini dilaksanakan dengan harapan bisa memberikan dampak yang
baik bagi perkembangan anak. Bagaimana tidak, anak dilatih untuk berpikir dan
bergerak mengikuti kegiatan pesantren. Walaupun singkat, hal ini dapat
memberikan pengaruh baik bagi aspek perkembangan anak.
2.
Strategi
Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMP
Strategi pengembangan keberagamaan dapat diupayakan pada
berbagai komponen program di sekolah, terutama dalam menuntaskan pembelajaran
intra pada mata pelajaran PAI, salah satunya melalui program keberagamaan intrakurikuler
keagamaan di SMP dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan untuk menanamkan
nilai-nilai agama dan memperkuat pemahaman keberagamaan dalam proses
belajar-mengajar di kelas. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat
diterapkan, di antaranya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran,
penanaman milai religius melalui penggunaan modul keagamaan, pembelajaran
praktis berbasis projek, diskusi kelas dan studi kasus keagaman, serta banyak
lagi yang bisa diupayakan. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler bisa menjadi
strategi yang efektif jika dikembangkan sedemikian rupa oleh para guru dan
berbagai pihak terkait.
3.
Strategi
Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMA
Pada
jenjang SMA beberapa strategi yang dapat diterapkan di antaranya adalah sebagai
berikut ini.
1)
Strategi Pembelajaran Diferensiasi
Strategi yang didapat dijalankan pada saat melakukan
pembelajaran dengan keberagamaan peserta didik yaitu menggunakan pembelajaran
berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan pembelajaran
yang memfasilitasi keragaman siswa berdasarkan kesiapan, minat, bakat, dan gaya
belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi juga sangat berpengaruh terhadap
keharmonisan siswa dengan guru. Siswa merasa dihargai serta dimengerti sehingga
tercipta proses belajar yang harmonis untuk mengantar siswa pada keberhasilan.
2)
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning)
Strategi pembelajaran ini adalah pembelajaran yang dapat
membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata
secara terstruktur untuk mengonstruksi pengetahuan siswa.
3)
Strategi Pembelajaran Aktif (Active
Learning)
Pembelajaran aktif adalah metode atau strategi belajar yang
melibatkan siswa secara langsung dalam berinteraksi, menyelidiki, menyelesaikan
masalah dan menyimpulkan pemahaman diri. Melalui pembelajaran aktif, guru akan
mengondisikan siswa untuk selalu mengalami pengalaman belajar yang lebih
bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dilakukan selama proses
pembelajaran.
Implementasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SD
1.
Pengembangan Keberagamaan Siswa SD
Pengembangan
keberagamaan di tingkat SD memiliki peran strategis dalam membentuk karakter
peserta didik. Pada fase ini, anak-anak berada dalam masa perkembangan moral
dan spiritual yang krusial, sehingga pendidikan keberagamaan tidak hanya
bertujuan mengasah pengetahuan agama, tetapi juga membangun kepribadian yang
religius, toleran, dan bermoral.
2.
Implementasi Pengembangan Keberagamaan
Siswa SD
Implementasi
pendidikan keberagamaan di tingkat SD melibatkan berbagai pihak, termasuk guru,
orang tua, dan juga lingkungan sekolah. Namun, kaitannya dengan implementasi
pengembangan keberagamaan di tingkat SD tidak lepas dari berbagai tantangan, di
antaranya adalah kurangnya pemahaman tenaga pendidik terhadap strategi
pengajaran nilai agama yang relevan dengan konteks zaman, keterbatasan waktu
alokasi untuk pendidikan agama, serta kurangnya sinergi antara sekolah dan
keluarga. Selain itu, keberagaman latar belakang agama peserta didik di sekolah
tertentu juga memerlukan pendekatan yang inklusif dan bijaksana agar
nilai-nilai keberagamaan dapat diterima secara universal tanpa menimbulkan
konflik.
Jika
dianalisis ada dua pendekatan yang bisa dilakukan, terutama oleh seorang guru
dalam implementasi keberagamaan peserta didik usia SD di antaranya adalah
pembiasaan dan peneladanan. Pendekatan pembiasaan dilakukan dengan menciptakan
rutinitas positif yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari siswa di
sekolah. Contohnya adalah membiasakan siswa untuk mengucapkan salam saat
bertemu guru atau teman, berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, menjaga
kebersihan kelas, dan mengikuti kegiatan ibadah seperti salat berjamaah.
Pembiasaan ini membantu siswa membangun kebiasaan baik yang dilakukan secara
konsisten. Proses ini tidak hanya meningkatkan kedisiplinan siswa, tetapi juga
menanamkan nilai-nilai luhur seperti rasa hormat, syukur, dan tanggung jawab.
Keteladanan
guru, di sisi lain, menjadi elemen kunci yang memperkuat pembiasaan tersebut.
Guru berperan sebagai figur yang dijadikan panutan oleh siswa. Sikap dan
perilaku guru, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun saat mengajar, menjadi
contoh nyata yang mudah diikuti oleh siswa. Misalnya, guru yang selalu berkata
jujur, bersikap sabar, dan bertindak adil akan memberikan dampak positif yang
mendalam pada siswa. Keteladanan ini membangun kesadaran siswa bahwa
nilai-nilai baik tidak hanya diajarkan, tetapi juga harus dipraktikkan dalam
kehidupan nyata.
Evaluasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SD, SMP
dan SMA
Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan nilai atau
kualitas suatu objek, terutama dalam pendidikan, dengan menggunakan instrumen-instrumen
dan indikator, serta tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
1.
Evaluasi Pengembangan
Keberagamaan Peserta Didik SD
Rentang usia siswa SD adalah 6-12 tahun. Perkembangan
intelektual anak sangat tinggi pada usia 6-12 tahun. Konsep evaluasi yang bisa
dilakukan pada jenjang SD mengacu pada ranah spiritual yang dapat dilakukan
setiap hari dengan cara berdoa, mengaji, bersedekah, mengisi lembar kegiatan
ibadah Ramadan, home visit, atau supervisi pengamatan orang tua tentang
kegiatan ibadah anak sehari-hari.
Adapun dalam ranah sikap, dapat dilakukan setiap hari dengan
cara mengamati atau mengawasi siswa terhadap apa yang telah dilakukannya di
lingkungan sekolah, seperti sikapnya ketika bergaul dengan teman dan tata krama
atau etika pergaulan dalam berucap maupun bertindak.
Sedangkan evaluasi ranah pengetahuan melalui praktik atau
evaluasi psikomotorik dapat berupa ujian lisan maupun tulisan tentang
pengetahuan agama dan kegiatan ibadah, seperti menilai gerakan wudu dan gerakan
salat anak. Ujian ini dilakukan pada saat evaluasi tengah semester, evaluasi
akhir semester, atau kegiatan ibadah.
2.
Evaluasi Pengembangan
Keberagamaan Peserta Didik SMP
Perkembangan keberagamaan siswa SMP lebih kompleks dari
sebelumnya. Siswa di tingkat ini berkisar antara usia 12 hingga 15 tahun.
Mereka sedang dalam masa puber pada usia ini. Pemahaman agama dan pola pikirnya
telah matang karena kematangan fisik dan psikis.
Kegiatan program keagamaan di sekolah digunakan untuk mengkaji
evaluasi yang dapat dilakukan pada siswa SMP. Hambali & Yulianti (2018)
menyatakan bahwa ketika meninjau kegiatan ekstrakurikuler siswa di junior
sekolah menengah, kegiatan harus difokuskan untuk memperkuat agama siswa. Dalam
menilai perkembangan agama siswa di SMP mereka terus berkonsentrasi pada
komponen sikap, perilaku, dan pengetahuan.
Pada jenjang SMP, sejatinya evaluasi dilakukan pada
komponen-komponen yang tidak jauh berbeda dengan jenjang lainnya, menyangkut
ranah pengetahuan, afektif dan psikomotorik. Hanya saja, pada jenjang usia SMP
penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa tersebut. Seperti
melalui observasi dan wawancara, tes lisan dan tulisan, juga tes tindakan
sebagai awal proses berpikir abstrak mereka dengan penilaian berbasis kinerja.
3.
Evaluasi Pengembangan
Keberagamaan Peserta Didik SMA
Program kegiatan pengembangan keagamaan bagi siswa SMA bukan
lagi tentang mengasah keterampilan membaca doa atau membaca Al-Qur’an. Kegiatan
pengembangan keagamaan bagi siswa usia sekolah menengah berfokus pada
pengembangan sosial keagamaan, seperti kegiatan bakti sosial, kepedulian
lingkungan, penelitian keagamaan, atau dialog tentang keagamaan.
Implementasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik di MA
Al-Imaroh Cikarang Barat
1.
Membaca Al-Qur’an
Kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai merupakan
rutinitas yang dijadwalkan setiap hari di MA Al-Imaroh Cikarang Barat.
Aktivitas ini tidak hanya berfungsi untuk mempersiapkan mental dan spiritual
siswa sebelum belajar, tetapi juga sebagai bentuk pengenalan dan pembelajaran
terhadap kitab suci Islam. Dengan membaca Al-Qur'an, siswa diajarkan untuk
menghargai nilai-nilai agama dan memahami pesan-pesan moral yang terkandung di
dalamnya. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan
siswa, serta membentuk karakter yang baik.
2.
Salat Sunnah Duha
Pembiasaan salat sunnah duha merupakan salah satu kegiatan
keagamaan yang diterapkan di MA Al-Imaroh Cikarang Barat sebagai bagian dari
pengembangan spiritual dan karakter siswa. Sholat sunnah Dhuha dilakukan pada
waktu antara terbitnya matahari hingga menjelang waktu salat zuhur, dan
merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Kegiatan
ini dilakukan secara rutin oleh siswa, biasanya di pagi hari setelah kegiatan
belajar mengajar dimulai. Melalui pembiasaan salat sunnah duha, siswa diajarkan
untuk disiplin dalam menjalankan ibadah dan merutinkan aktivitas keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Salat Zuhur Berjamaah
Salat zuhur berjamaah merupakan salah satu kegiatan ibadah
keagamaan yang rutin dilaksanakan di MA Al-Imaroh Cikarang Barat sebagai bagian
penting dari pengembangan keberagamaan siswa. Kegiatan ini dilakukan setiap
hari setelah pelajaran, di mana seluruh siswa berkumpul untuk melaksanakan salat
zuhur secara bersama-sama di masjid atau musala yang ada di sekolah.
4.
Infak Jumat
Kegiatan berinfak yang dilakukan pada hari Jumat merupakan
salah satu bentuk implementasi nilai-nilai keagamaan dan pengembangan karakter
siswa di MA Al-Imaroh Cikarang Barat. Berinfak di sini merujuk pada tindakan
memberikan sebagian dari harta yang dimiliki, baik dalam bentuk uang, makanan,
atau barang lainnya, untuk kepentingan orang lain, terutama yang membutuhkan.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara yang terorganisir, yaitu siswa
diajak untuk menyisihkan sebagian dari uang saku mereka atau membawa makanan
untuk dibagikan kepada teman-teman yang kurang mampu.