Selasa, 11 Maret 2025

Resensi Materi Perkuliahan Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik

Hakikat Agama dan Esensi Beragama dalam Islam

1.         Hakikat Agama

Harun Nasution menjelaskan bahwa agama memiliki makna sebagai suatu ikatan yang harus dipatuhi dan dipegang teguh oleh manusia. Ikatan ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Sumber dari ikatan tersebut adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, yakni kekuatan gaib yang tidak dapat diindera oleh panca indera. Dengan demikian dapat dipahami bahwa agama adalah sebuah dasar yang mengikat secara hukum bagi setiap orang yang meyakini kebenarannya. Semua yang terikat dengan hukum-hukum yang diatur agama, ia akan selalu mempertimbangkan baik, buruk dan salah atau benar berdasarkan ajaran agama yang dianutnya.

2.         Islam sebagai Esensi Beragama

Menurut Tafsir Tahlili, agama yang diakui oleh Allah hanyalah Islam, yaitu agama yang mengajarkan tauhid atau keesaan Allah. Islam dianggap sebagai satu-satunya agama yang sah di sisi Allah, meskipun syari’at yang dibawa oleh Nabi-nabi terdahulu mungkin berbeda dalam beberapa aspek. Intinya, semua agama tersebut mengajarkan untuk berserah diri kepada Allah, mengikuti perintah-Nya, dan rendah hati di hadapan-Nya. Muslim yang sejati adalah mereka yang melaksanakan amal dengan ikhlas, memiliki iman yang kuat, dan bebas dari syirik. Tujuan utama agama dalam pandangan ini adalah untuk membersihkan jiwa manusia dari keyakinan yang salah dan memperbaiki perilaku dengan amal baik serta keikhlasan kepada Allah.

 

Sumber Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Keberagamaan

1.         Sumber Pengetahuan Keberagamaan

Pengetahuan adalah proses mencari tahu yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Sumber pengetahuan pada konteks keberagamaan mencakup berbagai rujukan yang digunakan oleh seorang individu untuk memahami dan menghayati isi ajaran agamanya. Sumber tersebut bisa berasal dari Kitab Suci, Sunnah dan sebagainya yang menyangkut masalah keberagamaan. Secara formal pengetahuan yang sifatnya berbasis agama dikenal pada Pendidikan Formal seperti sekolah, madrasah dan pondok pesantren yang juga bisa dijadikan rujukan sumber pengetahuan.

2.          Sikap Keberagamaan

Sikap ini meliputi penentuan prinsip-prinsip diri (fisik, mental, sosial dan spiritual). Sikap keberagamaan mencakup suatu cara pandang dan ekspresi seseorang terhadap agamanya. Ini terkait keyakinan, nilai, serta komitmen yang ada pada seseorang dan dipegang teguh terkait praktik keagamaannya. Sikap ini dapat bervariasi dari yang sangat positif hingga negatif dan dipengaruhi baik oleh pengetahuan agama, pengalaman pribadi, lingkungan sosial, dan faktor budaya.

3.         Perilaku Keberagamaan

Perilaku keberagamaan adalah wujud konkret dari sebuah sikap keberagamaan seseorang. Lingkup kajian ini dalam praktik keagamaan sehari-hari seperti ibadah, doa, ritual, dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama. Perilaku ini mencerminkan seberapa jauh seseorang menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan bisa terlihat dan tercermin dalam kehidupan keseharian terutama dalam ranah pendidikan Islam.

 

Dimensi Keberagamaan

1.         Pengertian Dimensi Keberagamaan

Dimensi keberagamaan merujuk pada berbagai aspek atau komponen yang membentuk pengalaman dan ekspresi keagamaan seseorang. Konsep ini digunakan untuk memahami bagaimana agama mempengaruhi dan dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun dalam kehidupan berkelompok.

2.         Macam-macam Dimensi Keberagamaan

Dimensi Ideologis. Dimensi keberagamaan ideologis, khususnya dalam konteks kepercayaan, mencakup sistem keyakinan fundamental yang membentuk dasar ajaran suatu agama atau kepercayaan.

Dimensi Ritual (Ibadah). Dimensi ritual, atau ibadah, dalam konteks keberagamaan mencakup rangkaian tindakan dan aktivitas yang dilakukan secara teratur dan sistematis sebagai ekspresi dari kepercayaan dan pengabdian religius. Ritual ini biasanya melibatkan praktik-praktik yang dianggap suci dan memiliki makna mendalam bagi penganutnya.

Dimensi Pengalaman. Dimensi ini dalam konteks keberagamaan merujuk pada pengalaman pribadi yang mendalam dan subjektif yang dialami oleh individu dalam praktek keagamaan mereka. Pengalaman ini sering kali bersifat emosional dan spiritual, di mana individu merasakan kehadiran atau interaksi langsung dengan kekuatan Ilahi atau prinsip-prinsip spiritual.

Dimensi Intelektual (Pengetahuan). Dimensi intelektual dalam keberagamaan berfokus pada aspek pengetahuan dan pemahaman yang mendasari keyakinan agama seseorang. Ini mencakup studi tentang teks-teks suci, doktrin, dan ajaran yang membentuk dasar dari sebuah agama.

Dimensi Konsekuensial. Dimensi konsekuensial dalam keberagamaan mengacu pada dampak atau efek yang dihasilkan dari praktik dan ajaran agama dalam kehidupan individu dan masyarakat. Konsekuensi ini bisa bersifat pribadi, sosial, atau bahkan global.

 

Perkembangan Agama dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

1.         Perkembangan Agama dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD

Pentingnya Keberagamaan Peserta Didik. Perkembangan peserta didik pada usia sekolah dasar sebenarnya telah dimulai sejak mereka lahir ke muka bumi ini. Peserta didik di awal menuju perkembangannya merupakan langkah pertama dan utama bagi orang tua untuk bisa diinternalisasikannya dasar-dasar keagamaan guna perkembangan mereka pada tahap berikutnya. Aspek keberagamaan ini penting sekali untuk diterapkan sejak dini guna memberikan rangsangan baik kaitannya dengan kebutuhan manusia dan untuk mengagungkan Allah.

Karakteristik Anak Usia SD. Psikologi anak pada usia ini melingkupi beberapa ranah yaitu asepk fisik, kognitif dan sosial yang khas sesuai dengan usianya. Terutama pada tahap konkret, mereka bisa belajar agama berdasarkan aspek-aspek pengalamannya. Kurikulum harus didesain sesuai dengan tahap perkembangan mereka, antara lain kurikulum agama yang mengintegrasikan cara-cara belajar yang menyenangkan agar mereka dapat belajar sesuai dengan tingkat dan tugas-tugasnya layaknya seorang anak.

Peran Orang Tua dan Sekolah. Orang tua sebagai guru pertama dan rumah sebagai sekolah pertama yang dilalui oleh peserta didik tentu memiliki peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan bagi anak terutama dalam aspek pendidikan Islam. Hal ini akan menjadi bekal utama bagi mereka ketika mereka masuk pada jenjang pendidikan formal. Pada pendidikan formal, para guru di sekolah, sejatinya akan melanjutkan pendidikan keagamaan peserta didik dari rumahnya. Dengan demikian, peran orang tua dan guru memiliki urgensi yang saling melengkapi.

2.         Perkembangan Agama dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMP

Peserta didik pada usia SMP memasuki masa remaja. Masa remaja (adolescence) adalah masa yang sangat penting dalam rentang kehidupan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja adalah periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa dewasa, mencakup perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

Masa SMP biasanya dimulai sekitar usia 12 hingga 15 tahun, adalah masa transisi yang dinamis dan penuh perubahan. Pada tahap ini, anak-anak mengalami berbagai transformasi fisik, emosional, dan psikologis yang signifikan. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipotetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.

Sikap jiwa beragama pada peserta didik SMP dapat dilihat dari sikap yang diekspresikan dalam kehidupan beragama yaitu: 1) Percaya dengan ikut-ikutan. Sikap agama yang percaya ikut-ikutan ini adalah hasil dari pendidikan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan di mana dia hidup. 2) Percaya dengan kesadaran. Kesadaran agama atau semangat agama pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti kembali cara beragama pada waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan baru untuk membuktikan pribadinya dan tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan saja. 3) Sikap ambivalensi/percaya tetapi ragu-ragu (kebimbangan dalam beragama). Kebimbangan remaja terhadap agama itu tidak sama, berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang sangat berat sampai kepada berubah agama. 4) Tidak percaya atau cenderung ateis/tidak beragama. Sikap remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua kepadanya, maka remaja telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan kekuasaan terhadap siapa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.

3.         Perkembangan Agama dan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMA

Perspektif psikologi perkembangan, peserta didik pada tingkat SMA merupakan fase ketika manusia memasuki masa usia remaja akhir. Berkisar antara usia 16 sampai 18 tahun. Dalam pendidikan Islam, dengan merujuk pada hadits yang berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan, maka fase ini disebut dengan fase baligh, yaitu ketika anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Al-Ghazali menyebutnya dengan fase ‘aqil, fase di saat tingkah intelektual seseorang mencapai puncaknya, sehingga ia mampu membedakan perilaku yang benar dan salah, baik dan buruk.


Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

Program pengembangan keberagamaan merupakan strategi sekolah untuk menunjang pembelajaran agama yang tidak dapat diperoleh pada jam pelajaran PAI. Dalam perancangan program keberagamaan tentunya harus mencakup dimensi-dimensi kegamaan dan aspek-aspek penting yang harus ada dalam keberagamaan. Program keberagamaan selayaknya dirancang dengan penuh pertimbangan mencangkup tujuan apa yang ingin dicapai serta kesesuaiannya dengan minat dan bakat peserta didik, sehingga apa yang diharapkan agar dapat dengan mudah tercapai.

1.         Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD

Bentuk program pengembangan keberagamaan pada tingkat SD agar lebih detail dapat diterapkan sebagaimana poin-poin berikut ini.

1)       Pembiasaan Rutin

Pembiasaan Terjadwal

Pembiasaan Spontan

Pembiasaan terjadwal adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Antara lain adalah:

-   Kegiatan do’a pagi;

-   Kegiatan do’a sebelum dan sesudah belajar;

-   Pelaksanaan shalat dzuhur berjama’ah;

-   Pelaksanaan shalat jum’at bersama;

-   Pelaksanaan shalat dhuha bersama;

-   Tadarus Al-Qur’an;

-   Mengikuti agenda keputrian;

-   Mengikuti kajian keIslaman, dan;

-   Aktif mengikuti kegiatan Baca, Tulis dan Hafalan Qur’an (BTHQ)

 

Pembiasaan spontan adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Antara lain adalah:

-   Pembinaan akhlak atau sopan santun siswa;

-   Bersalaman dengan etikanya;

-   Pembiasaan Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun (5S);

-   Pembiasaan adab dalam makan dan minum;

-   Pembiasaan adab dalam berpakaian;

-   Pembiasaan adab dalam berbicara;

-   Pembiasaan hidup disiplinan;

-   Pembiasaan budaya baca tulis;

-   Pembiasaan melengkapi sarana ibadah;

-   Pembiasaan moderasi beragama;

 

2)       Pembiasaan Insidential

Pembiasaan insidental adalah kegiatan yang diprogramkan dan direncanakan baik pada tingkat kelas maupun sekolah pada waktu-waktu tertentu. Bertujuan memberikan wawasan dan pengalaman tambahan kepada peserta didik yang berkenaan dengan unsur-unsur baru dalam kehidupan masyarakat yang penting bagi perkembangan peserta didik. Salah satu bentuk kegiatannya adalah kegiatan pesantren kilat di bulan Ramadan, pelatihan dai cilik dan sebagainya.

3)       Pembiasaan Ekstrakurikuler

Pembiasaan keberagamaan dapat dilaksanakan secara eksternal diluar jam pembelajaran, salah satunya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler misalnya kegiatan keagamaan yang selaras dengan kebutuhan perkembangan keagamaan mereka.

2.         Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMP

Psikologi perkembangan peserta didik usia SMP memainkan peran yang sangat penting dalam memahami dinamika keberagamaan mereka. Pada fase ini, peserta didik berada dalam tahap peralihan yang krusial dari masa kanak-kanak menuju remaja (remaja awal), ketika mereka sudah mulai dapat mengeksplorasi diri dan keyakinan keagamaan. Perkembangan pada ranah kognitif yang pesat memungkinkan mereka untuk mempertanyakan norma dan nilai yang mereka terima sebelumnya, termasuk dalam hal keagamaan ini. Peserta didik pada usia SMP ini juga sering kali mengalami kebingungan mengenai masalah keimanan mereka, seperti mempertanyakan keberadaan Tuhan, juga masalah nilai-nilai moral yang telah diajarkan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bimbingan dari orang tua di rumah dan pendidik di sekolah dalam membantu mereka memahami dan menginternalisasikan aspek keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu program yang dipandang masih relevan pada jenjang SMP untuk dilakukan di sekolah antara lain adalah pendidikan intrakurikuler keagamaan, kegiatan keagamaan rutin, pendidikan karakter dan moderasi beragama.

3.         Program Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMA

Sikap keberagamaan peserta didik pada jenjang SMA merupakan tahap ketiga dari perkembangan sikap keberagamaan seseorang, tahap tersebut dikenal dengan tahap individual (individual stage). Pada tahap ini sikap keagamaan peserta didik SMA masih belum stabil pada umumnya dan cenderung masih berubah-ubah seiring dengan pengalaman atau peristiwa yang mereka alami. Sikap labil yang dimiliki oleh seorang remaja SMA dapat ditolong dan ditanggulangi baik oleh orang tua maupun oleh guru agama di sekolah dengan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu bentuk program yang tertuang dalam rumusan program keberagamaan di tingkat SMA antara lain adalah program unggulan “Tahajuz-Ku” (Tabungan Hafalan Juz ’Ama Ku), Ekskul UPTQ (Unit Pengembangan Tahfizh Al-Qur’an), Dewan Keluarga Masjid dan Kegiatan ROHIS (Rohani Islam).


Strategi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang Sekolah Dsar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

1.         Strategi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SD

1)       Membaca al-Qur’an sebelum pembelajaran. Membaca al-Qur’an di dalam metode ini menggunakan metode tartili. Cara pelaksanaannya yang pertama guru membacanya yang benar sebanyak tiga kali, sedangkan siswa membaca bersama-sama seperti yang telah dicontohkan oleh ustaz/ustazah. Kemudian pada lain hari dilanjutkan dengan halaman berikutnya. Setelah secara klasikal kemudian yang kedua dilanjutkan secara individual. Santri menghadap ustaz/ustazah satu per satu membaca Tartili jilid 1 sesuai halamannya masing-masing. Siswa yang belum mendapat giliran dapat menggunakan waktunya untuk belajar membaca sendiri. Dan yang terakhir dilanjutkan dengan ice breaking.

2)       Kegiatan Pesantren Kilat. Kegiatan ini dilaksanakan dengan harapan bisa memberikan dampak yang baik bagi perkembangan anak. Bagaimana tidak, anak dilatih untuk berpikir dan bergerak mengikuti kegiatan pesantren. Walaupun singkat, hal ini dapat memberikan pengaruh baik bagi aspek perkembangan anak.

2.         Strategi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMP

Strategi pengembangan keberagamaan dapat diupayakan pada berbagai komponen program di sekolah, terutama dalam menuntaskan pembelajaran intra pada mata pelajaran PAI, salah satunya melalui program keberagamaan intrakurikuler keagamaan di SMP dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan memperkuat pemahaman keberagamaan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan, di antaranya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran, penanaman milai religius melalui penggunaan modul keagamaan, pembelajaran praktis berbasis projek, diskusi kelas dan studi kasus keagaman, serta banyak lagi yang bisa diupayakan. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler bisa menjadi strategi yang efektif jika dikembangkan sedemikian rupa oleh para guru dan berbagai pihak terkait.

3.         Strategi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik Jenjang SMA

Pada jenjang SMA beberapa strategi yang dapat diterapkan di antaranya adalah sebagai berikut ini.

1)       Strategi Pembelajaran Diferensiasi

Strategi yang didapat dijalankan pada saat melakukan pembelajaran dengan keberagamaan peserta didik yaitu menggunakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi keragaman siswa berdasarkan kesiapan, minat, bakat, dan gaya belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi juga sangat berpengaruh terhadap keharmonisan siswa dengan guru. Siswa merasa dihargai serta dimengerti sehingga tercipta proses belajar yang harmonis untuk mengantar siswa pada keberhasilan.

2)       Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Strategi pembelajaran ini adalah pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata secara terstruktur untuk mengonstruksi pengetahuan siswa.

3)       Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning) 

Pembelajaran aktif adalah metode atau strategi belajar yang melibatkan siswa secara langsung dalam berinteraksi, menyelidiki, menyelesaikan masalah dan menyimpulkan pemahaman diri. Melalui pembelajaran aktif, guru akan mengondisikan siswa untuk selalu mengalami pengalaman belajar yang lebih bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dilakukan selama proses pembelajaran.

 

Implementasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SD

1.         Pengembangan Keberagamaan Siswa SD

Pengembangan keberagamaan di tingkat SD memiliki peran strategis dalam membentuk karakter peserta didik. Pada fase ini, anak-anak berada dalam masa perkembangan moral dan spiritual yang krusial, sehingga pendidikan keberagamaan tidak hanya bertujuan mengasah pengetahuan agama, tetapi juga membangun kepribadian yang religius, toleran, dan bermoral.

2.         Implementasi Pengembangan Keberagamaan Siswa SD

Implementasi pendidikan keberagamaan di tingkat SD melibatkan berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, dan juga lingkungan sekolah. Namun, kaitannya dengan implementasi pengembangan keberagamaan di tingkat SD tidak lepas dari berbagai tantangan, di antaranya adalah kurangnya pemahaman tenaga pendidik terhadap strategi pengajaran nilai agama yang relevan dengan konteks zaman, keterbatasan waktu alokasi untuk pendidikan agama, serta kurangnya sinergi antara sekolah dan keluarga. Selain itu, keberagaman latar belakang agama peserta didik di sekolah tertentu juga memerlukan pendekatan yang inklusif dan bijaksana agar nilai-nilai keberagamaan dapat diterima secara universal tanpa menimbulkan konflik.

Jika dianalisis ada dua pendekatan yang bisa dilakukan, terutama oleh seorang guru dalam implementasi keberagamaan peserta didik usia SD di antaranya adalah pembiasaan dan peneladanan. Pendekatan pembiasaan dilakukan dengan menciptakan rutinitas positif yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari siswa di sekolah. Contohnya adalah membiasakan siswa untuk mengucapkan salam saat bertemu guru atau teman, berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, menjaga kebersihan kelas, dan mengikuti kegiatan ibadah seperti salat berjamaah. Pembiasaan ini membantu siswa membangun kebiasaan baik yang dilakukan secara konsisten. Proses ini tidak hanya meningkatkan kedisiplinan siswa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur seperti rasa hormat, syukur, dan tanggung jawab.

Keteladanan guru, di sisi lain, menjadi elemen kunci yang memperkuat pembiasaan tersebut. Guru berperan sebagai figur yang dijadikan panutan oleh siswa. Sikap dan perilaku guru, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun saat mengajar, menjadi contoh nyata yang mudah diikuti oleh siswa. Misalnya, guru yang selalu berkata jujur, bersikap sabar, dan bertindak adil akan memberikan dampak positif yang mendalam pada siswa. Keteladanan ini membangun kesadaran siswa bahwa nilai-nilai baik tidak hanya diajarkan, tetapi juga harus dipraktikkan dalam kehidupan nyata.

 

Evaluasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SD, SMP dan SMA

Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan nilai atau kualitas suatu objek, terutama dalam pendidikan, dengan menggunakan instrumen-instrumen dan indikator, serta tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.

1.         Evaluasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SD

Rentang usia siswa SD adalah 6-12 tahun. Perkembangan intelektual anak sangat tinggi pada usia 6-12 tahun. Konsep evaluasi yang bisa dilakukan pada jenjang SD mengacu pada ranah spiritual yang dapat dilakukan setiap hari dengan cara berdoa, mengaji, bersedekah, mengisi lembar kegiatan ibadah Ramadan, home visit, atau supervisi pengamatan orang tua tentang kegiatan ibadah anak sehari-hari.

Adapun dalam ranah sikap, dapat dilakukan setiap hari dengan cara mengamati atau mengawasi siswa terhadap apa yang telah dilakukannya di lingkungan sekolah, seperti sikapnya ketika bergaul dengan teman dan tata krama atau etika pergaulan dalam berucap maupun bertindak.

Sedangkan evaluasi ranah pengetahuan melalui praktik atau evaluasi psikomotorik dapat berupa ujian lisan maupun tulisan tentang pengetahuan agama dan kegiatan ibadah, seperti menilai gerakan wudu dan gerakan salat anak. Ujian ini dilakukan pada saat evaluasi tengah semester, evaluasi akhir semester, atau kegiatan ibadah.

2.         Evaluasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SMP

Perkembangan keberagamaan siswa SMP lebih kompleks dari sebelumnya. Siswa di tingkat ini berkisar antara usia 12 hingga 15 tahun. Mereka sedang dalam masa puber pada usia ini. Pemahaman agama dan pola pikirnya telah matang karena kematangan fisik dan psikis.

Kegiatan program keagamaan di sekolah digunakan untuk mengkaji evaluasi yang dapat dilakukan pada siswa SMP. Hambali & Yulianti (2018) menyatakan bahwa ketika meninjau kegiatan ekstrakurikuler siswa di junior sekolah menengah, kegiatan harus difokuskan untuk memperkuat agama siswa. Dalam menilai perkembangan agama siswa di SMP mereka terus berkonsentrasi pada komponen sikap, perilaku, dan pengetahuan.

Pada jenjang SMP, sejatinya evaluasi dilakukan pada komponen-komponen yang tidak jauh berbeda dengan jenjang lainnya, menyangkut ranah pengetahuan, afektif dan psikomotorik. Hanya saja, pada jenjang usia SMP penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa tersebut. Seperti melalui observasi dan wawancara, tes lisan dan tulisan, juga tes tindakan sebagai awal proses berpikir abstrak mereka dengan penilaian berbasis kinerja.

3.         Evaluasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik SMA

Program kegiatan pengembangan keagamaan bagi siswa SMA bukan lagi tentang mengasah keterampilan membaca doa atau membaca Al-Qur’an. Kegiatan pengembangan keagamaan bagi siswa usia sekolah menengah berfokus pada pengembangan sosial keagamaan, seperti kegiatan bakti sosial, kepedulian lingkungan, penelitian keagamaan, atau dialog tentang keagamaan.

 

Implementasi Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik di MA Al-Imaroh Cikarang Barat

1.         Membaca Al-Qur’an

Kegiatan membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai merupakan rutinitas yang dijadwalkan setiap hari di MA Al-Imaroh Cikarang Barat. Aktivitas ini tidak hanya berfungsi untuk mempersiapkan mental dan spiritual siswa sebelum belajar, tetapi juga sebagai bentuk pengenalan dan pembelajaran terhadap kitab suci Islam. Dengan membaca Al-Qur'an, siswa diajarkan untuk menghargai nilai-nilai agama dan memahami pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa, serta membentuk karakter yang baik. 

2.         Salat Sunnah Duha

Pembiasaan salat sunnah duha merupakan salah satu kegiatan keagamaan yang diterapkan di MA Al-Imaroh Cikarang Barat sebagai bagian dari pengembangan spiritual dan karakter siswa. Sholat sunnah Dhuha dilakukan pada waktu antara terbitnya matahari hingga menjelang waktu salat zuhur, dan merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Kegiatan ini dilakukan secara rutin oleh siswa, biasanya di pagi hari setelah kegiatan belajar mengajar dimulai. Melalui pembiasaan salat sunnah duha, siswa diajarkan untuk disiplin dalam menjalankan ibadah dan merutinkan aktivitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. 

3.         Salat Zuhur Berjamaah

Salat zuhur berjamaah merupakan salah satu kegiatan ibadah keagamaan yang rutin dilaksanakan di MA Al-Imaroh Cikarang Barat sebagai bagian penting dari pengembangan keberagamaan siswa. Kegiatan ini dilakukan setiap hari setelah pelajaran, di mana seluruh siswa berkumpul untuk melaksanakan salat zuhur secara bersama-sama di masjid atau musala yang ada di sekolah.

4.         Infak Jumat

Kegiatan berinfak yang dilakukan pada hari Jumat merupakan salah satu bentuk implementasi nilai-nilai keagamaan dan pengembangan karakter siswa di MA Al-Imaroh Cikarang Barat. Berinfak di sini merujuk pada tindakan memberikan sebagian dari harta yang dimiliki, baik dalam bentuk uang, makanan, atau barang lainnya, untuk kepentingan orang lain, terutama yang membutuhkan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara yang terorganisir, yaitu siswa diajak untuk menyisihkan sebagian dari uang saku mereka atau membawa makanan untuk dibagikan kepada teman-teman yang kurang mampu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Materi Perkuliahan Pengembangan Keberagamaan Peserta Didik

Hakikat Agama dan Esensi Beragama dalam Islam 1.          Hakikat Agama Harun Nasution menjelaskan bahwa agama memiliki makna sebagai su...